Dukungan untuk Sistem Energi Myanmar
kembali ke daftar isiRusia dan Myanmar telah menandatangani perjanjian antar-pemerintah mengenai prinsip-prinsip kerja sama dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Skala Kecil (PLTN-SK / Small Modular Reactor – SMR). Ini merupakan salah satu dokumen kunci yang ditandatangani selama kunjungan Perdana Menteri Myanmar, Min Aung Hlaing, ke Moskwa. Penandatanganan perjanjian ini menjadi langkah penting menuju peluncuran proyek pembangunan PLTN, yang akan membantu mengurangi ketegangan dalam pasokan listrik di negara tersebut, sekaligus meningkatkan keandalan dan stabilitas sistem energi.
Tanda Tangan Sudah Dibubuhkan
Perjanjian tersebut ditandatangani pada awal Maret oleh Direktur Jenderal Rosatom, Alexey Likhachev, dan Menteri Persatuan untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Myanmar, Myo Thein Kyaw. Dokumen ini mengatur ketentuan dan arah kerja sama yang bertujuan untuk membangun PLTN-SK darat dengan kapasitas 110 MW. Perjanjian juga mencakup kemungkinan peningkatan kapasitas menjadi 330 MW.
“Perjanjian antar-pemerintah tentang pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir skala kecil membuka jalan bagi penyediaan energi murah dan ramah lingkungan bagi perekonomian Myanmar. Ini akan menjadi dorongan besar bagi pertumbuhan ekonomi lebih lanjut, penciptaan ribuan lapangan kerja, serta pengembangan tenaga kerja nasional yang berkualifikasi tinggi,” ujar Presiden Rusia Vladimir Putin.
Ini merupakan langkah kedua menuju realisasi proyek. Langkah pertama diambil pada Februari 2023, ketika Rusia dan Myanmar menandatangani perjanjian antar-pemerintah mengenai kerja sama dalam penggunaan tenaga nuklir untuk tujuan damai.
Kemampuan Rosatom
Rosatom sedang mengembangkan teknologi rujukan untuk PLTN skala kecil, baik versi terapung maupun darat. Di semenanjung Chukotka, unit daya terapung “Akademik Lomonosov” dengan reaktor KLT-40S telah memasok listrik selama enam tahun. Di Yakutia, BUMN energi nuklir Rusia tengah bersiap untuk menuangkan beton pertama untuk PLTN-SK darat; proyek serupa juga tengah digodok di Uzbekistan. Dalam kedua kasus tersebut akan digunakan reaktor RITM-200 dengan kapasitas listrik 55 MW. Produksi reaktor ini kini sudah berskala industri: sepuluh unit telah dibuat untuk lima kapal pemecah es proyek 22220, dan delapan unit lagi sedang dalam proses produksi. Selain itu, Rosatom juga tengah membangun dan merancang proyek PLTN terapung lainnya.
Rosatom juga aktif menjalin kerja sama dengan Myanmar dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga bayu.
“Kami yakin bahwa proyek PLTN skala kecil dan ladang angin akan menjadi permata dalam kerja sama bilateral.”
Iskander Azizov
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Rusia untuk Myanmar
Kebutuhan Myanmar
Total kapasitas terpasang pembangkit listrik di Myanmar sedikit di atas 7 GW. Setengahnya berasal dari pembangkit listrik termal berbahan bakar fosil, sementara sisanya berasal dari energi terbarukan, dengan lebih dari 90% disumbang oleh PLTA. Secara teoretis, Myanmar memproduksi listrik 30% lebih banyak dari konsumsi nasional. Namun, akibat lonjakan harga gas alam cair global dan kesulitan pembayaran, beberapa pembangkit listrik termal harus dihentikan operasinya.

Akibatnya, menurut estimasi optimistis dari Bank Dunia, kapasitas pembangkitan listrik yang benar-benar tersedia turun menjadi 4,5 GW. Saat musim kemarau, bahkan tidak lebih dari 3 GW — jumlah ini tidak mencukupi permintaan. Hanya 48% dari populasi Myanmar yang berjumlah lebih dari 50 juta jiwa memiliki akses ke listrik. Lebih dari separuh pelaku usaha dan warga di kota-kota besar secara rutin mengalami pemadaman.
Perusahaan dan pemerintah daerah terpaksa membeli genset diesel dan mengurangi jam operasional. Kementerian Energi memberlakukan sistem giliran, membagi kota besar ke dalam sektor-sektor yang mendapat aliran listrik secara bergantian. Sebagai contoh, rumah tangga di Yangon hanya mendapat pasokan listrik selama delapan jam per hari, dibagi dalam dua sesi masing-masing empat jam. Di Mandalay lebih buruk lagi — hanya enam jam. Tapi bahkan jadwal ini pun sering meleset akibat kerusakan teknis, sehingga dalam kenyataannya listrik hanya tersedia dua hingga tiga jam per hari.
Myanmar memiliki peluang untuk masuk dalam jajaran “macan Asia” gelombang kedua atau ketiga, tetapi untuk itu diperlukan tingkat investasi asing yang memadai. Dan tentu saja, dasaran energi yang andal.
132 GWh
kebutuhan total energi listrik Myanmar
“Kebutuhan total energi listrik di Myanmar diperkirakan sekitar 132 GWh. Namun kapasitas maksimum aktual dari 29 PLTA, 27 PLTG, 2 PLTU batu bara, dan 6 PLTS di negara ini hanya mencapai 67,2 GWh, dan angka puncak ini pun jarang tercapai. Karena itu, pemerintah Myanmar menaruh harapan besar pada kerja sama energi dengan Rusia, terutama pada proyek pembangunan PLTN skala kecil dan ladang angin. Inisiatif ini menjadi prioritas selama kunjungan delegasi pemerintah Myanmar ke Rusia pada bulan Maret. Proyek-proyek tersebut akan membuat sistem energi Myanmar jauh lebih andal dan terdiferensiasi, serta menjadi dasaran bagi pembangunan ekonomi negara di masa depan,” ujar Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Rusia untuk Myanmar, Iskander Azizov.
67,2 GWh
kapasitas maksimal pembangkitan listrik di Myanmar
Dampak positif akan terasa bahkan sejak tahap konstruksi — melalui penciptaan lapangan kerja baru dan keterlibatan perusahaan lokal sebagai kontraktor. Setelah pembangkit terhubung ke jaringan listrik, operasional industri dan kehidupan masyarakat akan menjadi lebih stabil.
Kedua pihak berkomitmen pada kerja sama jangka panjang. “Rusia senantiasa mendukung negara-negara sahabat di masa sulit dan akan terus membantu Myanmar. Kami yakin bahwa proyek PLTN skala kecil dan ladang angin akan menjadi permata dalam hubungan bilateral. Kami berharap dialog antara negara kita akan terus berkembang secara produktif dan saling menguntungkan,” tutup Duta Besar Azizov.
\

